Your Ad Here


Chika, a very popular name especially at Bandung, Indonesia. This girl really daring, she is not looks like porn star but she is so sweet to become the real cute porn amateur idols. No need for sophisticated camera to capture the beauty of her natural body with natural skin color. Based on my translations from Indonesian forum, Chika is a student from local university but seem she don't mind nude photo of her spread around, what a sporting girls.

Below is an articles in Bandung language. For those who understand it...

Chika. Nama itu tentu tidak asing lagi di telinga sebagian peselancar dunia maya di Indonesia, khususnya yang tergabung dalam situs-situs pertemanan. Foto-foto bugil gadis itu beredar luas di internet sejak satu tahun terakhir. Sebenarnya, foto-foto ‘panas’ semacam itu bukan fenomena baru yang dilakoni gadis-gadis Indonesia di internet. Namun, wajah cantik, kulit putih mulus, usia yang tergolong belia, menjadi modal untuk Chika tampil dengan tebaran sensasi yang berbeda. Pose bugilnya dijamin membuat jantung kaum Adam yang melihatnya berdegub tak biasa. Berbagai “spekulasi” pun menyebar dari mulut ke mulut tentang siapa Chika dan bagaimana foto-fotonya itu bisa muncul di internet. Ada yang mengatakan itu ulah mantan pacarnya yang sakit hati lalu mengunduh foto-foto bugil Chika ke internet. Ada pula yang mengatakan bahwa Chika adalah mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Kembang dan ‘berprofesi’ sebagai wanita panggilan.
Hal itu pula yang membuat aku tertarik untuk melakukan investigasi mengenai siapa Chika sesungguhnya. Dengan modal pas-pasan ‘proyek sinting’ ini dimulai pertengahan September 2007. Suatu malam aku bertemu seorang kawan lama di sebuah THM yang terletak di kawasan jalan Darmawangsa. Erwin namanya. Dia bisa dikatakan ‘dugemmers stadium akut’. Menurut pengakuannya, tak ada malam tanpa wanita! Kupikir dia orang yang tepat untuk membantuku memulai investigasi ini. Saat kuutaran rencana ini, ia menyambutnya dengan antusias. Rupanya dia termasuk salah satu ‘korban’ teror sensasi foto-foto syur gadis bernama Chika. Bahkan, Erwin rela menjual komputer tua miliknya demi mendanai proyek kami. (Thank’s kawan, aku tahu obsesimu bertemu Chika. Huehehe)

Pukul 07.15. Jakarta mulai bising oleh suara kendaraan yang terperangkap macet. Raung knalpot dan jeritan klakson dari jalan Pangeran Antasari, kawasan Cilandak, menyusup masuk ke dalam kamarku. Membangunkan aku dari sisa-sisa kepenatan hari kemarin. Beberapa menit kemudian, Handphone yang tergeletak di samping kiri bantalku, berdering menusuk telinga. Suara Erwin, sahabatku, terdengar di seberang sana:
“Halo, ada info mengenai Chika, bos,” katanya.
“Oya? Kamu dapat dari mana, Win? Tanyaku.
“Ada deh. Aku ke tempatmu ya. Jangan kemana-mana dulu, oke?”
“Oke. Cepetan Win, aku sudah tidak sabar mendengarnya.”
“Sip sip!”
Tak lama berselang, Erwin muncul dari balik pintu kamarku (raut wajahnya menyiratkan suasana hati yang riang). Tanpa tunggu dipersilakan ia langsung menyeduh secangkir kopi yang baru saja kuletakkan di atas meja.
“Kita harus berangkat ke Bandung hari ini, sob,” ucap Erwin sembari membakar ujung kretek yang terselip di bibirnya.
“Kamu yakin dia orang Bandung?” tanyaku penasaran.
“Bagamana tidak yakin, baru saja aku ngobrol dengan dia lewat telpon.”
“Dapat dari mana nomornya?”
“Dari salah satu anak Makassar yang kebetulan kuliah di Bandung. Kawan lama juga. Sekarang dia lagi pulang ke Makassar. Pokoknya kamu juga harus bicara dengan dia. Ternyata namanya bukan Chika. Tapi…..” Erwin menyebut sebuah nama. Demi menjaga kode etik, di sini saya tetap menggunkan nama: Chika.
Erwin kemudian memencet tombol HP-nya untuk menghubungi Chika. Dia sengaja menggunaka loudspeaker untuk memperdengarkan suara gadis itu.
“Halo Chika, aku Erwin yang tadi nelpon kamu, ” sapa Erwin.
“Hai Erwin, ada apa?” suara lembut seorang gadis terdengar jelas dari speaker HP milik Erwin. Tiba-tiba debar yang aneh menyerang jantungku. Sementara Erwin tetap terlihat santai sambil sesekali mengedipkan mata ke arahku.
“Kamu lagi ngapain?”
“Nggak ngapa-ngapain kok. Masih di kamar nih, lagi males.”
“Hari ini kamu ada acara nggak? Aku dan temanku mau ke Bandung hari ini. Pengennya sih di sana kita ditemani Chika jalan-jalan.”
“Oh gitu. Boleh kok. Tapi sekarang kamu masih di Jakarta kan?”
“Iya, aku masih di Jakarta. Berangkatnya sekitar jam sebelas.”
“Oke deh. Aku tunggu ya. Telpon aja kalo udah nyampe…”
“Siap. Thanks. Sampai jumpa di Bandung, Chika. Bye…” Erwin menutup perbincangan jarak jauh itu dengan senyum khasnya (senyum kucing melongok tulang).

Kota Bandung sejuk namun sesak. Saban Sabtu dan Minggu, Bandung seolah-olah menjadi tujuan akhir para warga Jakarta untuk melepas penat setelah lima hari bertarung dengan berbagai rutinitas yang membosankan. Aku dan Erwin tiba sekitat pukul 03.05. Kami memilih beristirahat pada sebuah penginapan di jalan Sangkuriang.
Tanpa menunggu persetujuan saya terlebih dahulu, Erwin langsung menghubungi Chika lewat ponsel-nya. Beruntung ia tidak pelit membagi suara gadis itu dengan menggunakan speaker ponsel.
“Halo, Chika, aku udah di Bandung sekarang,” sapa Erwin.
“Terus kamu di mana sekarang?” suara Chika terdengar dari seberang.
“Aku lagi istirahat di penginapan….jalan Sangkuriang. Kamu bisa ke sini nggak?”
“Boleh. Tunggu dua puluh menit, ya.”
“Makasih, Chika. Bye…”
“Bye…”
Kebahagiaan yang ganjil terpancar dari mata Erwin usai menelpon Chika. Ia langsung masuk ke kamar mandi. Aku memilih melentangkan tubuhku di atas kasur yang lumayan empuk. Mengusir lelah.

Tiga puluh menit kemudian, dari luar terdengar seseorang mengetuk pintu kamar. Erwin lebih dulu melompat dari tempat tidur dan segera membuka pintu. Wow….! Seraut wajah cantik muncul dari balik pintu. Wajah yang sangat akrab di mataku meski baru kali ini bertemu. Ya, dialah Chika. Sosok gadis yang mengganggu pikiranku beberapa hari terakhir. Kini ia nyata hadir di hadapanku. Mengenakan Tshirt ketat berwarna putih berpadu rok mini biru muda. Di pundaknya menggelantung sebuah tas kulit (sekilas imitasi) berukuran sedang. Kususuri tabuhnya dari kaki hingga kepala; kulitnya kuning langsat –mulus nyaris tanpa cacat, pahanya terlihat padat berisi, dada montok –membusung kencang seolah ingin menembus kaos yang menutupinya (kuduga, ukuran BH-nya tak jauh di bawah size XL), rambutnya yang panjang ia biarkan tergerai.

Chika membagi senyumnya yang manis kepada kami seraya berkata, “Hai, selamat datang di Bandung.” Ia mengulurkan tangannya ke Erwin lantas pindah ke aku. Kurasakan jejarinya sangat halus dan dingin. (dingin itu menjalari tubuhku). Tetapi aku berusaha melawan kegagauan-ku. Di sini aku harus berlaku profesional dan konsisten dengan janjiku pada Erwin. Aku hanya bertugas menguak sisi hidup gadis itu dan Erwin yang berperan sebagai “umpan” (lebih tepatnya disebut: kucing garong).
Karena di kamar itu tak disiapkan kursi, Chika memilih duduk di bibir ranjang.
“Udah sering ke Bandung?” Tanya gadis itu.
“Lumayan. Kalo ada urusan bisnis….” Jawab Erwin. (Mantap!!! Bisnis apa, sob? Bisnis minyak tanah Bapakmu di kampung?)
Demikianlah pertemuan kami dengan Chika sore itu. Perkenalan yang singkat untuk mengawali keinginanku menguak fakta di balik wajahnya yang teduh. Saat itulah kuungkapkan keinginanku menulis: Siapa Chika? Dan mengapa foto-foto bugilnya bisa beredar di internet? Gadis itu tak keberatan. Ia bersedia mengungkap jati dirinya yang sebenarnya. Sebelum meninggalkan kamar penginapan, Chika berjanji akan menemui kami di Ciwalk nanti malam. Selepas Isya, katanya.

Malam Minggu, Ciwalk ramai pengunjung yang ingin menikmati suasana indah, dan sajian menu dari beragam kafe yang memadati kawasan itu. Aku dan Erwin memilih duduk di sebuah kafe yang tak begitu sesak. Menunggu Chika datang. Beberapa lama kemudian, Chika telah bergabung bersama kami.

Berikut nukilan dialog antara aku dan Chika:

AKU : Kamu kuliah di mana?
CHIKA : Sebenarnya tahun 2005 kemaren aku mau kuliah, tapi tertunda
karena satu hal… (ia membakar ujung kreteknya)
AKU : Terus apa kegiatan kamu sehar-hari?
CHIKA : Nggak ada. Paling di rumah aja. Keluar kalo ada ‘tamu’…..
AKU : Kok, foto kamu bisa beredar di internet? Ulah siapa?
CHIKA : (Chika tak langsung menjawab. Ia menghisap rokoknya lantas
menghembuskan asapnya disertai hembusan nafas yang berat)
Itu ulah salah satu tamuku. Padahal kami sudah cukup lama
berhubungan. Sejak foto-foto itu beredar, ia tidak pernah datang
lagi. Laki-laki itu sudah punya istri di sini (Bandung).
AKU : Mungkin kalian ada masalah?
CHIKA : Iya sih. Mugkin dia marah karena aku tidak mau lagi menuruti
setiap dia ingin ketemu. Aku jenuh sama dia. Lagian aku takut
istrinya tahu hubungan kami.
AKU : Orang tuamu tahu soal foto-foto itu?
CHIKA : Iya. Tapi mereka nggak pernah liat. Mereka nggak mau. Mereka
mendengar tentang foto itu dari tetangga. Ibuku sempat sakit
mendengar kabar itu. Tapi mereka sudah melupakan masalah ini.
AKU : Kenapa tidak lapor polisi?
CHIKA : (ia tersenyum) Gila! Melapor berarti mempermalukan diri
sendiri. Biarlah, nanti akan reda sendiri kok. Itu jadi pelajaran
buat aku supaya nggak gampang percaya sama orang.
AKU : Bagaimana tanggapan teman-temanmu yang pernah liat foto-foto
itu?
CHIKA : Sejauh ini nggak ada teman cowok aku yang berani menyinggung
foto itu, kecuali teman-teman cewekku. Mereka marah sama aku.
Kasihan juga sama aku. Cuman, kalo cowok sih, paling mata
mereka aja yang bicara. Kalo liat aku matanya melotot seperti liat
selebritis lewat gitu. (ia tertawa renyah, seperti tak ada beban di
benaknya)
AKU : Kesannya kamu gampang percaya sama orang. Termasuk
sama kami. Kenapa?
CHIKA : (lagi-lagi ia tersenyum) Tampang kalian nggak kriminal kok.
Tapi, kamu nggak bawa kamera, kan?! (sambil menudingkan
telunjuknya ke arahku). Mendingan rekam pake mata aja. Mau?

Gurauan terkahirnya itu cukup membuat aku gelagapan. (Aduuuh, cari bahan becanda yang lain dong, Chik. Migran gue kambuh nih). Chika, sosok gadis yang ramah, periang dan cukup cerdas. Dia adalah narasumber yang mungkin tak akan pernah aku lupakan hingga ke gerbang surga. Malam itu kami bersama-sama berselimutkan dingin malam Kota Kembang. Ditemani tiga botol bir dan semangkuk kentang goreng.

Kelanjutan kisah pertemuan kami dengan Chika tak bisa aku lanjutkan lagi. (maafkan daku ya, pembaca…aku punya nomor HP-nya dia kok. Tapi, ceppe’ dulu...Bagi cewek yang mau kenalan sama Erwin, boleh kirim email. Dia cukup loyal kok buat ngejual barang-barangnya yang belum lunas credit sekali pun, demi kencan semalam. huakakaka) Tugasku telah selesai di larut malam. Selanjutnya giliran Erwin menemani gadis Bandung itu menunggu pagi, di satu tempat yang dingin. RAHASIA!



Recommended Adults Blog